Pengikut

Selasa, 01 Maret 2011

MED OMEDAN

PENDAHULUAN

Masyarakat Banjar Kaja Sesetan melakukan tradisi omed-omedan/med-medan ini demi mencapai kenyamanannya dalam menapakkehidupan yang lebih harmonis, setidaknya pada tatanan keluarga, banjar,dan desa. Tradisi ini dilakukan sehari setelah Nyepi (Ngembak Geni).Kalau toh orang luar ikut berperan serta, itu ada aturan prosesi yang harus diikuti karena kegiatan ini mengandung nilai spiritual magis, dan hanya bisa dirasakan oleh pelakunya. Med-medan dilakukan bukan secara paksa. Pelakunya semua merasakan itu adalah kewajiban yang harus dilakukan dan prosesinya harus melakukan persembahyangan bersama terlebih dulu. Pandangan kami terhadap tradisi itu adalah yang di Bali disebut dresta, yang juga berupa aturan di masyarakat Desa Sesetan yang disebut dengan Catur Dresta: Purwa Dresta (aturan-aturan masa permulaan), Desa Dresta (aturan menurut keadaan desa setempat), Sastra Dresta (aturan menurut ajaran yang tersebut di dalam kitab), Loka Dresta (aturan menurut keadaan zaman). Alasan lainnya, konsekuensi praktis dari agama sejati adalah kehidupan yang diabadikan untuk memenuhi kehendak Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang terimplementasi pada ajaran Catur Guru. Mengenai warga negara asing (Taiwan, bukan Jepang) yang ikut dalam prosesi, dia itu adalah seorang artis. Memang dia sendirilah yang memohon supaya diizinkan untuk ikut dan dia mau mengikuti sesuai dengan aturan prosesinya. Mengenai tujuan komersial buat turis-turis asing, sampai saat ini dari pihak-pihak penyelenggara praktik ke arah itu tidak ada. Kegiatan itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh warga Teruna-Teruni Satya Dharma Kerti, Banjar Kaja, Desa Sesetan, untuk menangkal hal-hal negatif yang mungkin akan bisa menimpa warganya bila prosesi itu tidak dilaksanakan. Mengenai tidak diperbolehkannya melakukan adegan seperti itu menurut ajaran agama, kami lebih tepat tidak berkomentar. Alasannya, kita hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang Bhineka Tunggal Ika yang berbeda-beda agama dan suku. Sedangkan dalam satu agama pun tumbuh perbedaan penafsiran. Kami harapkan hal ini bisa dimaklumi.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

OMED - OMEDAN

Med-medan, menurut sumber setempat, berasal dari kata omed-omedan yang artinya saling tarik. Med-medan dulunya hanyalah sebuah kebiasaan, tetapi belakangan dijadikan tradisi yang sakral.  Disebutkan, tradisi med-medan muncul bermula dari sembuhnya seorang tokoh puri setempat dari suatu penyakit. Kapan itu terjadi, tak disebutkan secara pasti. Oleh karena menderita sakit, tokoh puri itu tidak menginginkan adanya keramaian (med-medan) di hari raya Nyepi. Tetapi krama banjar memberanikan diri membuatnya dengan segala risiko. Mendengar adanya keramaian, tokoh yang sakit itu berusaha mendatanginya. Tetapi aneh, sakit yang dideritanya sembuh seketika setelah menyaksikan acara tersebut. Dari situ muncul upaya tetap melaksanakan tradisi tersebut pada hari raya Nyepi. 

Namun belakangan, tepatnya pada zaman Belanda, med-medan sempat dilarang. Kendati demikian tidak menyurutkan krama untuk tetap melanjutkan tradisi unik tersebut. Kegiatan pun lantas dilangsungkan secara sembunyi-sembunyi. Dulu, med-medan dilangsungkan pada hari raya Nyepi. Sejak tahun 1979 agar tidak mengganggu pelaksanaan catur brata penyepian, med-medan akhirnya dilaksanakan pada Ngembak Geni, Adapun bagian dari Catur Brta Penyepian (empat pengendalian diri pada saat Nyepi): Amati Karya (tidak melakukanpekerjaan), Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Lelanguan (tidakbersenang-senang), Amati Lelungan (tidak melakukan perjalanan).

Med-medan juga pernah ditiadakan. Tetapi peristiwa aneh pun terjadi. Sepasang babi yang tidak diketahui asal-muasalnya berkelahi di halaman Pura Banjar. Darah babi pun berceceran di mana-mana. Warga banjar yang melihat kejadian itu serta merta melerainya, tetapi tak berhasil. Akhirnya, ada bawos agar med-medan tetap dilangsungkan. Begitu tradisi itu dilangsungkan, kedua ekor babi itu menghilang tanpa jejak. Darah yang tadinya terlihat membasahi tanah, hilang seketika. Sejak itulah krama tidak berani lagi meniadakan med-medan sehingga lestari sampai sekarangSehari setelah Nyepi, identik dengan ritual omed-omedan (tarik-tarikan) di Sesetan, Denpasar. Ritual ini sangat menarik karena dibumbui dengan adegan ciuman massal antara wanita dan laki-laki yang diakhiri dengan siraman air.  Acara yang berlangsung meriah tersebut juga dihadiri para pejabat di lingkungan Pemkot Denpasar Ritual ini wajib diikuti oleh para muda-mudi Banjar Kaja, Sesetan, Denpasar yang digelar di jalan raya, Sesetan Sekitar 200 muda-mudi warga banjar ini turut serta dalam ritual yang telah berlangsung ratusan tahun. Sebelumomed-medan, para peserta bersembahyang di areal Balai Banjar memohon ritual ini berjalan lancar. Puluhan anggota Sekaa Teruna Satya Dharma Kerthi Banjar Kaja Sesetan terlibat acara Med-medan. Sebelum Med-medan dimulai, anggota sekaa teruna melakukan persembahyangan bersama di sebuah pura yang satu areal dengan balai Banjar Kaja. Sebelum acara digelar, jalan aspal di depan balai banjar itu dibasahi dengan air. Acara diawali dengan pementasan tarian barong bangkal sekitar pukul 16.00, juga di lokasi Med-medan digelar. Ketika acara Med-medan dimulai, puluhan anggota sekaa teruna mengenakan pakaian kaos putih bertuliskan ''Med-medan Caka 1926'' dan bawahnya menggunakan kain, membagi diri dalam jumlah tertentu. Anggota sekaa teruna (laki-laki) berada di kiri (utara jalan) dan anggota sekaa teruni (perempuan) berada di kanan (selatan). 

Dalam acara med-medan itu, pasangan muda-mudi ini diguyur siraman air ketika sedang berciuman. Jika Anda tergoda untuk turut serta dalam tradisi ini, sebaiknya tahan diri. Sebab, tradisi ini hanya dikhususkan bagi warga setempat, dan orang dari luar banjar Kaja tidak diperkenankan ikut. Di Indonesia, berciuman di depan umum tergolong perbuatan mesum. Namun, med-medan adalah perkecualian. Tradisi yang baru digelar di banjar Kaja ini merupakan rangkaian peringatan Hari Raya Nyepi. Untuk mengikuti tradisi ini, setiap peserta terlebih dahulu harus mendaftarkan diri ke panitia. Setelah itu, panitia yang menentukan pasangannya. Setelah mendapat giliran, akhirnya pasangan yang telah ditentukan itu melakukan adegan saling berciuman. Tampak banyak peserta, terutama dari kaum wanita, merasa malu-malu untuk melakukan adegan ciuman. Maklumlah, mereka melakukan hal itu disaksikan khayalak ramai. "Secara agama Hindu, acara ini mengandung kekuatan untuk menetralisasi alam dari unsur negatif," tutur warga sembari menambahkan lelaki dan perempuan juga mengandung unsur saling kontradiktif namun jika disatukan bisa menghasilkan sesuatu yang baru.

Cara Memainkan
Plalian yang kreatif dan bersuasana sakral itu wajib dipertunjukkan oleh truna-truni Banjar Sesetan Kaja. Para pemain dibagi menjadi dua kelompok -- Truna dan Truni. Tiap kelompok yang terdiri dari 6-10 orang pemain itu berbaris memanjang ke belakang. Kelompok itu harus kompak dan tidak boleh cerai-berai. Oleh karena itu tiap pemain memegang erat-erat pinggang pemain yang berdiri di depannya. Oleh wasit, kedua kelompok itu mula-mula diatur berdiri berhadap-hadapan dalam jarak tertentu. Setelah aba-aba mulai, kedua kelompok itu saling serang. Yang menjadi sasaran adalah pemain yang berdiri paling depan. Mereka saling tarik sekuat-kuatnya dan berusaha tidak cerai-berai apalagi melepaskan pemain terdepan. Tentu saja kelompok Truna akan kelihatan lebih agresif. Truna yang paling depan itu bukan saja menarik pemain terdepan Truni, tetapi dalam suatu kesempatan juga mendekap dan mendengkul. Wasit pun harus jeli. Kalau sampai maruket (bergumul), wasit menyuruh petugas khusus menyiramkan air kepada muda-mudi yang ''keasyikan'' itu. Sorak-sorai pun bergemuruh, apalagi disusul dengan tabuh yang menggebu-gebu. Satu ronde telah berakhir dalam suasana yang menggembirakan.

Ronde-ronde berikutnya tidak selamanya sama dengan ronde terdahulu, pemain yang paling depan tidak lagi mendapat kesempatan yang sama. Mereka diganti oleh pemain lainnya, biasanya berdasarkan kesepakatan. Apabila jumlah pemain terlalu banyak maka dilakukan giliran sehingga semua truna-truni mengalami ''Med-medan''. Adegan tarik-menarik itu tidak selamanya menunjukkan kelemahan Truni. Sekali waktu kelompok Truni berhasil menggaet Truna paling depan. Truna yang tergaet itu ''disandera'' untuk dijadikan umpan dalam pertunjukan ronde berikutnya. Truna itu dipasang paling depan dalam barisan kelompok Truni. Nah, lihat sekarang, apakah kelompok Truna berhasil membebaskan temannya yang dijadikan ''umpan''?


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

PENUTUP

Med-medan dulunya hanyalah sebuah kebiasaan. Tetapi belakangan oleh krama Banjar Kaja Sesetan dijadikan acara yang sakral. Munculnya med-medan bermula dari sembuhnya seorang sesepuh Puri Oka Sesetan, AA Made Raka dari suatu penyakit. Kapan itu terjadi, tak disebutkan secara pasti. Oleh karena menderita sakit, tokoh puri itu tidak menginginkan adanya keramaian (med-medan) di hari raya Nyepi. Tetapi krama banjar memberanikan diri membuatnya dengan segala risiko. Mendengar adanya keramaian, AA Made Raka berusaha mendatanginya. Tetapi aneh, sakit yang dideritanya sembuh seketika setelah menyaksikan acara tersebut. Dari situ muncul upaya tetap melaksanakan tradisi tersebut di Hari Raya Nyepi. Tradisi yang diadakan setiap tahun, yakni sehari setelah umat Hindu menunaikan tapa brapa penyepian menyambut tahun baru Saka 1930, tidak saja dibanjiri ribuan penonton dari sejumlah daerah di Pulau Dewata, tetapi juga para wisatawan mancanegara (pelancong luar negara).Dengan kamera yang dibawa, beberapa "bule" (orang putih) tampak berusaha mengambil gambar atas adegan yang cukup langka dan unik tersebut, meski mereka harus turut berdesakan dan sesekali terkena air yang disiramkan pihak penyelenggara.Atraksi yang hanya boleh dilakukan pria dan wanita yang masih berstatus bujang dan dara serta khusus bagi penduduk dari Dusun Kaja tersebut, dimulai dengan pengelompokan para peserta.Peserta pria berkelompok dan berbaris di bagian utara jalan, sedang kelompok wanita berderet di selatan jalan, dengan jarak sekitar 25 meter.di Bali banyak plalian yang dilakukan dalam rangkaian upacara adat/agama. Yang paling terkenal adalah ''Med-edan''. Berasal dari kata maid (bahasa Bali) artinya menarik, disandhikan menjadi med. Setelah mengalami pengulangan kata dan ditambah akhiran an menjadi ''Med-medan'' artinya tarik-tarikan. Permainan yang mentradisi dari satu generasi ke generasi berikutnya itu terdapat di Banjar Sesetan Kaja, Denpasar. Dipertunjukkan tiap tahun oleh truna-truni (muda-mudi) setempat dalam rangkaian menyambut Tahun Baru Saka, sehari setelah Nyepi CQ : SADURANQ

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar